Tugas Bahasa Indonesia, membuat narasi

Tugas ini dibuat waktu kelas XI. Tugas membuat narasi dengan latar Pantai. Awalnya gak begitu ngerti, apa sih narasi? Apa bedanya sama cerpen?
Setelah di terangkan sedemikian rupa oleh guru aku aku mencoba membuat, tetapi salah terus. Sampai beberapa kali diubah, mulai dari cerita, tata bahasa, dll. Sempat sebel juga sih salah terus.. Akhirnya sodara-sodara, setelah membuat narasi sampai bergadang dan dalam waktu 3 hari (lebay...) kukumpulkan tugasku. Sebanyak 3 lembar narasi yang kubuat mendapat nilai bagus (untuk ukuranku yang gak pernah buat cerpen sampai selesai.. -__- ) aaiiih.... alhamdulillah~.... ^^ Kali ini aku coba mempostingkan tugas narasiku ini, dimohon sarannya... :)

 Narasi :


Ombak-ombak berlarian lalu berderu menghantam karang-karang di tepian pantai. Memecahkan kesunyian hati. Mentari sebentar lagi akan kembali ke persembunyiannya. Langitpun tak secerah siang hari. Senja ini begitu ramai karena banyak turis lokal maupun mancanegara yang berkunjung. Turis yang berselancar sebagian kembali ke tepian untuk beristirahat, barangkali menikmati indahnya matahari tenggelam. Tidak hanya turis-turis yang ada, masyarakat sekitar yang mencoba mencari rezeki dengan berjualan souvenir, makanan, dan minuman pun menambah ramai suasana di pantai ini.

Aku berdiri terpaku menatap panorama matahari tenggelam. Hanya seorang diri di atas karang-karang yang kokoh dan licin. Ada beberapa pasangan yang sedang asyik menghabiskan waktu berdua. Mentari sudah tak tampak sebagian, begitu indah memanjakan mata. Romantisme yang membuatku sedikit sebal dengan melihat pasangan muda-mudi yang berbahagia. Suasana seperti ini tidak asing bagiku, akan tetapi ada hal yang mengganjal di hati. Tiba-tiba ada sesuatu yang menyesakkan dada. Bayang-bayang masa lalu bergelayutan di benakku. Dulu tempat ini, suasana ini, begitu nyaman kurasakan. Tapi sekarang aku membencinya. Benci yang tak kan hilang.

Aku duduk diatas batu karang. Memejamkan mata dan mencoba untuk menghirup udara sebanyak-banyaknya. Berharap rasa sesak yang terasa hilang. Tapi batinku begitu perih, luka di hati yang belum sembuh mulai terbuka. Bayang-bayang masa lalu semakin jelas, membuatku bertambah benci akan masa lalu. Tangisku mulai pecah, air mata pun mengalir. Aku tidak peduli dengan pasangan-pasangan tadi, yang melihatku sambil menjauh dari pantai karena matahari sudah menghilang. “Iih... Kasihan banget nangis sendirian disini.” kata seseorang. “Pacarnya kemana mbak?” ledek seseorang. Aku tidak peduli. Terserah apa yang mereka bilang, mereka tidak tahu bagaimana perasaanku! Aku benci masa-masa itu! Masa-masa dimana kabahagiaan ku dapatkan. Tiba-tiba hancur karena sebuah pengkhianatan.
Pertama kali aku mengenalnya di pantai ini ketika Study Tour semasa SMA. Ketika aku mengamati beberapa anak laki-laki satu sekolahku yang tengah asyik bermain sepak bola pantai. Seseorang yang baru aku lihat, menarik perhatianku. Laki-laki bertubuh tinggi, putih, dan tampan yang hebat bermain bola. “Eh, yang tinggi itu siapa?”Aku bertanya pada temanku, Fira. Fira terkenal cerdas, baik hati, dan supel yang aku yakin mengenal laki-laki itu. “Oh.. Itu Rendi. Dia di kelas XI IPA 2. Anaknya baik, pintar, sopan, jago olahraga. Banyak yang suka sama dia. Ciiee... Kamu tertarik ya? Mau aku kenalkan?” kata Fira. Dugaanku tepat, Fira kenal dengan dia! Aku senang dengan informasi tersebut apalagi mau dikenalkan dengannya. Waah.. Tambah senang. “Benar? Waah.. Terima kasih yaa Fir!” Jawabku. Setelah permainan bola selesai, Fira memanggil Rendi dan mengenalkannya padaku. Hari itu, aku dan Rendi banyak bercerita satu sama lain. Rendi orang yang menyenangkan. Selama Studi Tour itu aku dan Rendi selalu bersama.
Tiga bulan kemudian aku dan Rendi jadian. Aku begitu bahagia bisa menjadi kekasih seseorang yang didamba banyak wanita. Banyak hal yang aku baru tau tentang Rendi setelah itu. Rendi benci serangga, suka masak, dan banyak lagi. Hari-hari bersama Rendi sangat menyenangkan. Dia selalu dapat membuatku tersenyum kembali ketika sedih, dan mengembalikan semangatku sampai berkobar-kobar ketika putus asa datang. Cukup lama hubunganku dengannya, membuat banyak penggemar Rendi iri. Tidak jarang aku dipandang sinis oleh gadis-gadis di sekolahku.

Setelah lulus SMA, beberapa temanku mengajak berlibur ke pantai sewaktu Study Tour. Sekitar 20 orang yang berangkat menggunakan bis. Kami menginap di sebuah hotel yang jaraknya dekat dengan pantai. Suatu sore aku berjalan-jalan menyusuri pantai dengannya. Kami bercanda-canda sepanjang pantai. Saat matahari mulai tenggelam, kami duduk di atas karang-karang. Pemandangan dari sana sangat indah. Kami berdua hanyut dalam suasana yang indah itu. Hanya 3 hari kami disana. Saat perjalanan pulang, Rendi mengatakan akan kuliah di Amerika. Mendengar itu hatiku bagai tertusuk duri. Kami akan terpisah jarak antar negara. Sungguh, aku belum pernah merasakan itu. Pikiranku kabur, aku takut dia melupakanku. “Aku gak akan lupain kamu. Karena kamu sudah terukir dihati aku. Aku kesana karena cita-cita. Kamu mau kan dukung aku? Aku janji, aku selalu hubungi kamu.” katanya meyakinkanku. Aku pun menguatkan diri menerima keputusannya.

Empat tahun kemudian aku pindah ke daerah pinggiran pesisir, karena Ayah dipindah tugaskan. Daerah itu rupanya dekat dengan pantai kenanganku. Perasaan senang dan sedih bercampur kala aku mengunjungi pantai itu. Senang karena penuh dengan kenanganku dengan sang pujaan hati, sedih karena dia jarang menghubungiku. Barang kali sedang sibuk dengan kuliahnya. Suatu hari aku pergi sendiri ke pantai itu. Di sana aku duduk di atas pasir yang memancarkan warna putih dan terhampar sepanjang pantai. Aku memandangi lautan. Ombak-ombak berlarian satu sama lain. Langit yang biru menambah keindahan panorama pantai. Angin berhembus meniup pohon-pohon kelapa di pinggir pantai. Aneh.. hanya pantai ini yang membuatku betah tinggal berlama-lama. Tak terasa aku duduk di sana selama 2 jam. Kuputuskan untuk berjalan-jalan sepanjang pantai menuju batu-batu karang. Aku merindukan tempat itu.
Di atas batu karang ada seseorang yang tidak asing sedang duduk berdua dengan seorang wanita cantik. Karena penasaran ku dekati mereka. Dengan perlahan ku dekati. Dari belakang aku sudah mengira dia siapa. Tiba-tiba ada rasa kerinduan meluap. Tanpa sadar aku memanggil, “Rendi...” Laki-laki yang duduk disebelah wanita cantik berbangsa Eropa itu menoleh kebelakang. Kelegaan dan kerinduan langsung menyerangku. Sesaat aku gembira bertemu orang yang kusayangi di tempat kenangan kami. Namun, wanita itu mengganggu kegembiraanku dengan mengatakan sesuatu kepada Rendi dalam bahasa asing. Aku tersadar dengan apa yang ada dihadapanku. Demi tuhan aku tidak mempercayai hal ini! Rasa takut yang dulu aku bayangkan terjadi. Dia telah bersama wanita lain. Bermesraan di tempat kenangan kami berdua! Hati ku bagai dicabik-cabik, sangat perih. Tanpa fikir panjang aku langsung berlari meninggalkan tempat itu. Air mata mengalir deras, dada begitu sesak, nafasku berat seakan tertahan batu. Aku lari jauh dari karang-karang tadi. Di bawah pohon kelapa aku menangis sejadi-jadinya. Aku tak berfikir apapun saat itu, yang ada di benakku saat ini adalah kekecewaan yang sangat. Saat malam datang aku pun pulang dengan mata sembap.
Seminggu aku mengurung diri dikamar. Sama sekali tidak terasa lapar dan haus. Berkali-kali Ibu mengetuk kamar dan menanyakan keadaanku. Aku tetap berdiam diri dikamar, tak peduli siapapun. Sungguh, hatiku remuk mengingat masa lalu. Penantianku di balas pengkhianatan. Brengsek! Umpaku dalam hati. Ku kumpulkan barang-barang kenanganku dengannya, kelemparkan semua ke lantai. Ku banting badan ke atas kasur, dan menangis.

Malam hari ada yang menelepon ke handphoneku. Nomor yang tidak dikenal. Sambil terisak aku mengangkatnya. Terdengar suara yang kukenal. “Halo, Nita. Ini aku, Rendi.. Aku mau minta maaf sama kamu. Maaf banget. Aku gak bermaksud buat ngeduan kamu. Aku...” belum sampai selesai aku memotong pembicaraan dengan setengah berteriak. “Gampang banget kamu minta maaf ke aku! Aku tunggu kamu 4 tahun Ren! Empat tahun! Aku jaga perasaan aku ke kamu! Aku setia tunggu kamu! Mana ucapan kamu yang dulu?! Gak akan lupa sama aku! Mana buktinya?! Mana?! Aku kecewa banget sama kamu! Aa... Aku.. Aku benci sama kamu! Kamu gak usah hubungi aku lagi! Gak usah inget-inget aku lagi! Silahkan bersenang-senang dengan wanita cantik itu!” emosiku tumpah. Kuputus panggilan dari dia. Ku lempar handphoneku ke sembarang arah, mengenai dinding dan jatuh ke lantai. Tangisanku menjadi-jadi.

Butuh 6 bulan untuk menenangkan diri. Selama itupun aku tak pernah pergi ke pantai itu, aku benci semua hal tentang Rendi. Aku selalu menghindar jika ada yang mengajak ke sana. Kusibukkan hari-hariku dengan hal-hal yang ku gemari. Satu tahun kemudian akhirnya aku pergi ke pantai itu. Aku sadar, aku tak boleh terlalu lama menghindari pantai itu. Tanpa sadar tempat itu sangat kurindukan.

Sore hari aku pergi ke pantai dan berjalan menyusuri pantai. Hari itu banyak yang berkunjung ke pantai itu. Tidak hanya pengunjung dari mancenegara yang ada, pengunjung lokal juga banyak. Masyarakat sekitar yang menjajakan souvenir dan kuliner pun bertambah. Suasana baru ku dapat disini setelah satu tahun ku tak ke sini. Aku terus berjalan sampai di atas batu-batu karang yang berdiri kokoh dan licin. Aku duduk di salah satu bagian karang. Di sana ada beberapa muda-mudi yang tengah asyik berdua melihat matahari tenggelam. Pemandangan yang sangat memanjakan mata. Tiba-tiba ada sesuatu yang menyesakkan dada. Bayang-bayang masa lalu bergelayutan di benakku. Dulu tempat ini, suasana ini, begitu nyaman kurasakan. Tapi sekarang aku membencinya. Benci yang tak kan hilang.


(kata salah satu temanku cerita ini seperti curhat.. haha:) )

Comments

Popular posts from this blog

Menampilkan Sinyal Menggunakan MATLAB

Pengolahan Sinyal Digital - Teori Dasar

Belajar Arduino - Menyalakan Lampu LED